BURGERKILL BERIKAN PENGHORMATAN KEPADA EBEN LEWAT SINGLE BARU
Memperingati 100 hari kepergian mendiang Eben, Burgerkill pun kembali memberikan penghormatan spesial melalui sebuah lagu yang ditulis dengan kesan emosional mendalam. Roar Of Chaos merupakan single baru dari Burgerkill yang juga berperan sebagai bentuk pembuktian bahwa band hardcore legendaris tersebut akan tetap meneruskan warisan yang telah ditinggalkan Eben.
Salah satu pembuktian tersebut juga hadir melalui adanya sosok yang mengisi kekosongan dalam posisi vokalis di dalam tubuh Burgerkill yang diperkenalkan bersamaan dengan rilisnya single Roar Of Chaos. Dalam lagu tersebut, Burgerkill mengundang Ronald Alexander untuk menunjukkan agresinya dalam membawakan lagu Roar Of Chaos.
Dirilis bertepatan dengan mengenang 100 hari wafat Eben Burgerkill pada 18 Desember lalu, Roar Of Chaos merupakan sebuah karya yang merepresentasikan amarah terpendam. Selain itu, Roar Of Chaos juga jadi jawaban dari Burgerkill kepada para Begundal, julukan untuk para penggemar setia band hardcore legendaris tersebut, bahwa masa depan Burgerkill akan tetap dipertahankan oleh para personel yang ada di dalam tubuh Burgerkill saat ini.
Lagu Roar Of Chaos ini tetap menghadirkan nyawa ganas yang kini lebih optimal dengan kehadiran Ronald Alexander sebagai penyanyi yang juga memperkuat band cadas lainnya, Carnivored. Keganasan yang ditawarkan oleh Burgerkill lewat lagu terbarunya juga bisa dirasakan secara menyeluruh melalui video klip dengan konsep yang menonjolkan agresivitas melalui permainan tata cahaya dalam ruang gelap. Selain itu, aspek pengambilan gambar secara sinematis juga jadi nilai yang menarik dan memanjakan mata Begundal yang ingin menonton karya terbaru dari Burgerkill ini.
Meskipun baru memperkenalkan karya baru di akhir tahun ini, sepanjang tahun 2021, Burgerkill juga cukup aktif berkarya dalam berbagai macam konsep. Salah satu karya yang cukup menarik perhatian datang beberapa bulan lalu ketika Burgerkill berhasil bekerja sama dengan salah satu musisi dan produser ternama Tanah Air, Ahmad Dhani. Kolaborasi dengan musisi ternama yang dilakukan oleh Burgerkill ini bukan kali pertama. Di tahun 2003, Burgerkill juga sempat mengajak Fadli, vokalis Padi untuk membawakan salah satu lagu ikonis dari Burgerkill, Tiga Titik Hitam.
Kolaborasi antara Burgerkill dan Ahmad Dhani ini berhasil disiarkan pada 5 September lalu. Dalam pertunjukkan tersebut, Burgerkill dan Ahmad Dhani berkolaborasi dalam membawakan lagu legendaris dari Dewa, Salah satunya adalah lagu berjudul Satu Sisi. Lagu tersebut merupakan lagu yang diambil dari album keempat Dewa. Burgerkill berperan besar dalam menghadirkan nuansa musik yang berbeda dari lagu tersebut. Dalam pertunjukan musik tersebut, Burgerkill juga membawakan aransemen baru dari lagu Elang yang tidak kalah cadasnya.
Kolaborasi yang dilakukan tersebut tentu menambah milestone yang semakin berhasil memantapkan nama Burgerkill sebagai salah satu legenda metal di Indonesia. Sebagaimana yang diketahui bahwa untuk bisa membawa nama besar tersebut, Burgerkill harus lebih dulu melewati jalan panjang.
Burgerkill pertama kali terbentuk pada 1995 di Bandung, Jawa Barat. Burgerkill pertama kali diciptakan oleh Aris Tanto atau akrab disapa Eben. Dia sebetulnya sosok yang berasal dari Jakarta, kemudian pindah ke Bandung untuk melanjutkan pendidikan. Eben bersekolah di SMAN 1 Ujung Berung. Di sanalah Eben akhirnya bertemu dengan Kimung. Di awal pertemuannya dengan Kimung, mereka sempat membuat band bernama Morning Crew tetapi tak bertahan lama.
Kimung lantas mengajak dua kawannya, Ivan dan Kudung. Mulai dari sini formasi Burgerkill terbentuk. Perjalanan band ini dalam berkarier sebetulnya sempat diabadikan dalam film dokumenter berjudul We Will Bleed. Di sana, Kudung menjelaskan bahwa di awal kemunculan Burgerkill aliran musik yang sedang banyak didengarkan kala itu adalah Nirvana, Sex Pistols, dan Ramones.
Akan tetapi, pergantian personil harus langsung terjadi di tahap awal terbentuknya Burgerkill. Saat itu Kudung yang juga berstatus sebagai drummer Forgotten harus lebih fokus dengan band utamanya karena band ini di awal kemunculannya hanya membawakan lagu-lagu dari Sick Of It All, Black Flag, Wide Awake, hingga Gorilla Biscuit.
Posisi Kudung lantas digantikan oleh Toto sekitar tahun 1996. Di era bersama Toto inilah Burgerkill mulai aktif menulis lagu-lagu original karya mereka sendiri. Dari sana, mereka mulai diterima dan mendapat banyak tawaran untuk tampil di acara underground di pertengahan 90-an.
Single perdana Burgerkill dirilis pada awal 1997 berjudul Revolt!, kemudian disusul Offered Sucks, dan My Self, hingga Blank Proudness. Dari sana, mereka juga banyak mengisi acara di Bandung, Jakarta, hingga Malaysia. Sampai pada akhirnya mereka merilis album perdana pada 2000 bertajuk Dua Sisi. Namun, terdapat berbagai konflik yang mengiringi pembuatan hingga perilisan album perdana Band ini.
Salah satu di antaranya adalah perhihal ketergantungan Kimung akan drugs. Kimung akhirnya memutuskan keluar setelah menunaikan tugas mengisi semua track bas untuk album perdana Burgerkill. Album perdana Burgerkill pun punya kisah menarik lain. Pada proses pembuatannya, Eben bertemu dengan Dadan Ketu (yang sekarang menjadi manajer Burgerkill) pemilik dari label indie saat itu, Riotic Records. Tanpa proses yang panjang, Dua Sisi resmi rilis sebanyak 2.000 kopi.
Waktu berjalan, tiga personil yang tersisa saat itu, Ivan, Eben, dan Toto memutuskan menambah personil. Di sektor gitar, Ugum yang sebelumnya berasal dari band Disorder Lies bergabung dan posisi bas diisi oleh Andris atau yang sekarang dikenal dengan panggilan Abah. Lewat formasi inilah, single legendaris Burgerkill seperti Homeless Crew sampai Sakit Jiwa dirilis.
Burgerkill lantas menciptakan sejarah ketika akan merilis album kedua dengan tajuk Berkarat. Untuk pertama kalinya, sebuah band beraliran metal mendapat kontrak dari salah satu label raksasa Indonesia, Sony Music Entertainment. Bergabungnya Burgerkill dengan perusahaan label rekaman besar seolah menjadi antitesis dari anggapan bahwa band dengan musik berisik tidak punya peluang untuk 'dijual' di pasar industri musik mainstream.